Indonesia adalah mozaik budaya yang kaya, dan bahasa adalah salah satu pilar utamanya. Di antara keragaman bahasa daerah, Bahasa Sunda (Jawa Barat) dan Bahasa Jawa (Jawa Tengah dan Timur) merupakan dua bahasa besar yang memiliki kedekatan geografis namun memiliki perbedaan signifikan dalam struktur, kosakata, dan tingkat kehalusan (unggah-ungguh). Proses terjemahan bahasa Sunda ke Jawa, maupun sebaliknya, menjadi sebuah kebutuhan penting, baik bagi peneliti, budayawan, maupun masyarakat umum yang berinteraksi lintas budaya.
Meskipun keduanya termasuk dalam rumpun bahasa Austronesia dan memiliki akar yang sama, kompleksitas dalam penerjemahan terletak pada sistem tingkatan bahasa dalam Bahasa Jawa (Ngoko, Krama Madya, Krama Inggil) yang tidak sepenuhnya paralel dengan tingkatan dalam Bahasa Sunda (Loma, Sedang, Lemes). Pemahaman konteks sosial budaya sangat krusial agar terjemahan yang dihasilkan tidak hanya akurat secara leksikal, tetapi juga tepat secara sosiolinguistik.
Salah satu tantangan terbesar adalah padanan kata untuk penghormatan. Misalnya, kata "mangga" dalam Bahasa Sunda (yang berarti silakan) harus diterjemahkan dengan sangat hati-hati ke dalam Bahasa Jawa. Jika ditujukan kepada orang yang dihormati, terjemahannya harus menggunakan bentuk Krama Inggil seperti "Mangga" (yang dalam konteks Jawa terkadang merujuk pada buah, bukan kata perintah), atau menggunakan frasa lain yang lebih sesuai konteks, seperti "Manggaaken". Kesalahan dalam memilih tingkatan bahasa dapat dianggap tidak sopan.
Selain itu, variasi dialek dalam Bahasa Jawa (misalnya dialek Yogyakarta yang cenderung halus versus dialek Surabaya yang lebih lugas) juga mempengaruhi akurasi terjemahan dari Bahasa Sunda. Penerjemah perlu memutuskan apakah outputnya akan menggunakan standar Krama atau varian dialek tertentu.
Di era digital, permintaan untuk alat bantu terjemahan bahasa Sunda ke Jawa terus meningkat. Sayangnya, ketersediaan alat penerjemah otomatis yang kredibel dan dilatih khusus untuk pasangan bahasa ini masih terbatas dibandingkan dengan bahasa internasional. Mesin penerjemah umum sering kali gagal menangkap nuansa budaya dan tata krama yang melekat dalam kedua bahasa tersebut.
Oleh karena itu, saat ini solusi terbaik sering kali melibatkan sumber daya manusia, yaitu penerjemah yang menguasai kedua bahasa tersebut secara mendalam. Mereka berperan sebagai jembatan budaya, memastikan bahwa pesan yang disampaikan tidak kehilangan makna aslinya saat berpindah dari konteks Sunda ke konteks Jawa. Jika Anda mencari terjemahan untuk dokumen resmi atau sastra, konsultasi dengan ahli bahasa daerah sangat disarankan.
Upaya untuk mempermudah proses terjemahan ini sebenarnya adalah bagian integral dari upaya pelestarian bahasa daerah. Ketika masyarakat dapat saling memahami melalui bahasa mereka sendiri, apresiasi terhadap kekayaan budaya masing-masing akan semakin tumbuh. Mempelajari kesamaan dan perbedaan antara Bahasa Sunda dan Jawa membuka wawasan bahwa meskipun berbeda, kedua bahasa ini berbagi nilai-nilai luhur tentang kesopanan dan hubungan sosial yang terstruktur.
Masyarakat muda, yang kini semakin akrab dengan teknologi, bisa menjadi garda terdepan dalam mendorong pengembangan alat penerjemahan berbasis kecerdasan buatan yang lebih spesifik. Data leksikon yang dikumpulkan dari komunitas penutur asli akan sangat berharga untuk melatih model agar mampu membedakan tingkat kehalusan bahasa Sunda Lemes dengan tepat saat dikonversi menjadi Bahasa Jawa Krama Inggil. Dengan adanya alat yang mumpuni, komunikasi dan pertukaran budaya antara Jawa dan Sunda dapat menjadi lebih lancar dan harmonis.