Memahami Surah At-Taubah Ayat 29

Ikon Perjuangan dan Keteguhan

Teks dan Terjemahan Surah At-Taubah (9:29)

Ayat 29 dari Surah At-Taubah (atau Surah Bara'ah) adalah salah satu ayat yang sering dibahas dalam konteks fikih jihad dan hubungan Muslim dengan Ahli Kitab. Ayat ini memberikan perintah yang jelas mengenai sikap dan tindakan yang harus diambil oleh kaum Muslimin terhadap kelompok tertentu pada masa itu.

قَاتِلُوا الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلَا بِالْيَوْمِ الْآخِرِ وَلَا يُحَرِّمُونَ مَا حَرَّمَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَلَا يَدِينُونَ دِينَ الْحَقِّ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حَتَّىٰ يُعْطُوا الْجِزْيَةَ عَنْ يَدٍ وَهُمْ صَاغِرُونَ

Transliterasi: Qātilū-lladhīna lā yu’minūna billāhi wa lā bil-yawmil-ākhiri wa lā yuḥarrimūna mā ḥarrāmallāhu wa rasūluhū wa lā yadīnūna dīna al-ḥaqqi minalladhīna ūtūl-kitāba ḥattā yu‘ṭūl-jizyata ‘an yadin wa hum ṣāghirūn(a).

Artinya: "Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari kemudian, dan mereka tidak mengharamkan apa yang telah diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya, dan mereka tidak menganut agama yang benar (yaitu agama Allah), (perangilah mereka itu) sehingga mereka membayar Jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk/terhina."

Konteks Historis Ayat Perintah

Ayat 29 Surah At-Taubah diturunkan pada tahun ke-9 Hijriyah, yaitu setelah penaklukan Mekkah dan menjelang ekspedisi Tabuk. Pada masa ini, situasi politik di Jazirah Arab telah banyak berubah. Islam telah menjadi kekuatan yang dominan, dan interaksi dengan komunitas non-Muslim, terutama Yahudi dan Kristen (Ahli Kitab) di wilayah sekitar Madinah dan Syam, menjadi isu sentral dalam hukum negara Islam yang baru.

Perintah dalam ayat ini ditujukan kepada sekelompok Ahli Kitab yang secara aktif menentang negara Madinah atau melanggar perjanjian damai yang telah disepakati. Ini bukan merupakan perintah umum untuk menyerang semua pemeluk agama samawi, melainkan respons terhadap perilaku agresif atau pelanggaran kedaulatan.

Poin-Poin Kunci dalam Ayat 9:29

Ayat ini menetapkan tiga kriteria utama yang memicu perintah pertempuran (dalam konteks historisnya), dan satu konsekuensi jika pertempuran dihindari:

1. Kriteria Penargetan

Target pertempuran adalah mereka yang secara kolektif menolak prinsip dasar keimanan Islam, yaitu tidak beriman kepada Allah yang Esa, tidak meyakini hari akhir, serta secara aktif menolak hukum-hukum syariat yang ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya.

2. Pengecualian Ahli Kitab

Meskipun ayat ini secara eksplisit menyebut Ahli Kitab, para ulama sepakat bahwa ayat ini tidak membatalkan ayat-ayat lain yang memerintahkan toleransi atau memberikan perlindungan kepada mereka yang membayar jizyah. Ayat ini merujuk pada segmen Ahli Kitab yang melakukan agresi.

3. Pemberlakuan Jizyah

Ayat ini menetapkan mekanisme penyelesaian konflik non-ekstrem, yaitu pembayaran Jizyah. Jizyah adalah pungutan perorangan tahunan yang dikenakan kepada laki-laki dewasa non-Muslim yang hidup di bawah perlindungan negara Islam (Dzimmi). Sebagai imbalannya, mereka dibebaskan dari wajib militer dan dijamin keamanan serta kebebasan menjalankan ibadah mereka.

4. Makna "Ṣāghirūn" (Tunduk/Terhina)

Frasa "wahum ṣāghirūn" (dalam keadaan tunduk) seringkali menjadi pembahasan teologis. Mayoritas ulama klasik menafsirkannya sebagai bentuk kepatuhan (bukan penghinaan fisik) terhadap otoritas dan hukum negara yang melindungi mereka, yaitu menerima status Dzimmi dan kewajiban membayar jizyah sebagai pengakuan kedaulatan Islam di wilayah tersebut, tanpa paksaan untuk mengubah agama.

Relevansi dan Interpretasi Modern

Dalam studi Islam kontemporer, Surah At-Taubah ayat 29 dipahami secara kontekstual. Sebagian besar akademisi menegaskan bahwa ayat-ayat peperangan, termasuk ayat ini, bersifat kondisional dan terikat pada keadaan perang yang sedang berlangsung, bukan sebagai dalil untuk agresi tanpa batas atau permusuhan permanen terhadap semua non-Muslim.

Ayat ini mengajarkan prinsip dasar hubungan luar negeri dalam Islam historis: Kedaulatan negara harus diakui, dan terdapat pilihan bagi komunitas yang memiliki keyakinan berbeda untuk hidup berdampingan di bawah naungan kekuasaan Islam dengan konsekuensi hukum dan kewajiban tertentu, yaitu pembayaran Jizyah, sebagai pengganti partisipasi dalam pertahanan negara. Ayat ini menjadi dasar hukum bagi keberadaan komunitas minoritas di bawah naungan kekhalifahan atau kesultanan Islam selama berabad-abad.

Memahami ayat ini secara utuh memerlukan telaah terhadap ayat-ayat lain yang memerintahkan pengampunan, perdamaian (seperti QS. 60:8), dan penghormatan terhadap tempat ibadah Ahli Kitab. Tujuannya adalah menjaga ketertiban dan stabilitas di perbatasan negara Islam masa itu.