Dunia pewayangan di Jawa Tengah, khususnya seni wayang kulit semalam suntuk, memiliki warisan yang kaya. Di antara para dalang legendaris yang mampu memukau penonton dengan kisah epik Mahabharata atau Ramayana, ada satu nama yang selalu berhasil menyisipkan gelak tawa dan kegembiraan: Ki Seno Nugroho. Meskipun perjalanannya telah usai, warisan "Ki Seno lucu" terus hidup, menjadikannya ikon komedi pewayangan modern.
Ki Seno Nugroho, yang berasal dari Yogyakarta, berhasil memodernisasi pertunjukan wayang kulit tanpa meninggalkan akar budayanya. Kunci keberhasilannya terletak pada kemampuannya menyajikan materi yang kental dengan humor segar, relevan dengan isu-isu kontemporer, namun tetap menjaga pakem baku dalam narasi utama. Bagi generasi muda yang mungkin merasa wayang tradisional itu kaku atau membosankan, Ki Seno adalah jembatan penghubung yang ajaib.
Sesi lawak dalam pertunjukan Ki Seno, yang seringkali melibatkan para Punakawan (Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong), menjadi momen yang paling dinanti. Dialog-dialog spontan, sindiran halus terhadap politik atau kehidupan sehari-hari, serta penggunaan bahasa Jawa yang luwes dan jenaka, mampu memecah ketegangan lakon yang heroik. Ia tidak ragu menggunakan istilah kekinian atau menirukan gaya bicara tokoh publik, menciptakan kedekatan emosional yang luar biasa dengan penonton.
Salah satu faktor terbesar yang membuat lawakan Ki Seno begitu viral dan terus dikenang adalah keberaniannya merangkul teknologi. Ki Seno adalah dalang yang sangat awal memanfaatkan platform digital seperti YouTube. Rekaman pertunjukan berdurasi panjang, yang berfokus pada bagian-bagian humornya, diunggah dan ditonton jutaan kali. Hal ini memungkinkan apresiasi terhadap "Ki Seno lucu" meluas melampaui batas geografis pagelaran wayang tradisional.
Fenomena ini membuktikan bahwa seni tradisional tidak harus terisolasi. Melalui lensa humor, Ki Seno berhasil menarik audiens baru, mulai dari mahasiswa hingga pekerja kantoran, yang mungkin sebelumnya tidak pernah tertarik pada wayang. Humornya bukan sekadar selingan; itu adalah bagian integral dari interpretasi cerita, berfungsi sebagai katarsis kolektif bagi masyarakat.
Apa yang membuat lawakannya begitu khas? Pertama, adalah spontanitas. Meskipun ada kerangka dialog, seringkali momen paling lucu lahir dari interaksi tak terduga antara Ki Seno dengan para penabuh gamelan atau pemain wayang lainnya. Kedua, penggunaan metafora lokal yang cerdas. Ia mampu menggambarkan masalah rumit dengan perumpamaan sederhana yang mengundang tawa.
Ketiga, karakternya. Dalam memerankan Punakawan, terutama Bagong, Ki Seno menunjukkan keahlian akting luar biasa. Perubahan intonasi suara, gestur tubuh yang berlebihan namun pas, serta kecerdasan dalam memancing reaksi penonton di lapangan, menjadikannya maestro komedi panggung.
Warisan Ki Seno bukan hanya tentang rekaman video atau kutipan lucu yang beredar di media sosial. Ini adalah pelajaran tentang bagaimana seni harus bernapas mengikuti zaman. Ia menunjukkan bahwa menghormati tradisi tidak berarti membekukannya. Sebaliknya, dengan sentuhan inovasi dan humor yang hangat, sebuah warisan budaya bisa tetap relevan, hidup, dan—yang terpenting—mengundang senyum abadi di wajah setiap penonton yang mengenangnya.
Bahkan setelah kepergiannya, pengikut setianya terus mengunggah dan melestarikan rekaman-rekaman lama. Setiap kali klip "Ki Seno lucu" diputar, tawa yang tercipta adalah bukti nyata bahwa sang dalang telah menanamkan benih kegembiraan yang sulit padam. Ia mengajarkan bahwa di balik hiruk pikuk kehidupan dan kisah kepahlawanan yang agung, selalu ada ruang untuk sedikit canda dan tawa yang menyegarkan jiwa.