Representasi visual bahasa yang meredup.
Setiap dua minggu sekali, dunia kehilangan setidaknya satu bahasa. Angka ini mungkin terdengar kecil, tetapi akumulasinya sangat besar. Kita hidup di era di mana keragaman budaya dan linguistik menghadapi tantangan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Isu mengenai bahasa yang berpotensi terancam punah perlu kita sadari dan tangani dengan serius, karena hilangnya sebuah bahasa berarti hilangnya jendela unik menuju cara pandang, sejarah, dan pengetahuan kolektif umat manusia.
Sebuah bahasa dianggap terancam ketika jumlah penuturnya terus menurun dan tidak ada generasi muda yang mempelajarinya sebagai bahasa ibu. Faktor-faktor penyebabnya sangat kompleks dan saling terkait. Globalisasi memainkan peran besar; dominasi bahasa-bahasa besar seperti Inggris, Spanyol, atau Mandarin dalam perdagangan, pendidikan, dan media digital sering kali memaksa komunitas kecil untuk mengadopsi bahasa mayoritas agar anak-anak mereka dapat bersaing secara ekonomi.
Selain itu, migrasi besar-besaran, urbanisasi, konflik politik, dan bahkan bencana alam dapat mengganggu transmisi budaya dan bahasa dari orang tua ke anak. Ketika masyarakat berpindah dari lingkungan tradisional mereka ke pusat kota, koneksi dengan identitas linguistik lokal sering kali terputus. Ini mengakibatkan adanya jurang generasi dalam penggunaan bahasa. Ketika kakek-nenek tidak lagi dapat berkomunikasi efektif dengan cucu mereka dalam bahasa warisan mereka, proses kepunahan linguistik telah dimulai.
Beberapa orang mungkin bertanya, mengapa kita harus peduli jika hanya sedikit orang yang berbicara bahasa tertentu? Jawabannya terletak pada kekayaan informasi yang terkandung di dalamnya. Setiap bahasa adalah sistem klasifikasi realitas. Misalnya, bahasa masyarakat adat sering kali memiliki kosa kata yang sangat detail mengenai flora, fauna, dan kondisi ekologis di lingkungan tempat mereka tinggal. Pengetahuan ini, yang telah teruji selama ribuan tahun, hilang selamanya ketika bahasa tersebut mati.
Ketika bahasa yang berpotensi terancam punah perlu kita selamatkan, kita sebenarnya sedang berupaya melestarikan bentuk-bentuk kearifan lokal. Linguistik, antropologi, dan biologi kehilangan data penting. Para ilmuwan kehilangan konteks untuk memahami bagaimana manusia berpikir dan bagaimana otak memproses informasi. Bahasa bukan hanya alat komunikasi; ia adalah arsip budaya yang hidup.
Untungnya, kesadaran global mengenai krisis ini semakin meningkat. Upaya pelestarian kini fokus pada revitalisasi komunitas penutur. Salah satu strategi kunci adalah mendokumentasikan bahasa tersebut sebelum terlambat. Ini melibatkan perekaman audio, pembuatan kamus, dan penulisan tata bahasa oleh ahli bahasa bekerja sama dengan penutur asli.
Namun, dokumentasi saja tidak cukup. Revitalisasi yang sesungguhnya terjadi ketika bahasa tersebut dihidupkan kembali dalam kehidupan sehari-hari. Ini sering kali melibatkan program pendidikan bahasa di sekolah lokal, menciptakan media baru—seperti aplikasi, lagu, atau video pendek—dalam bahasa minoritas tersebut, dan mendorong penggunaan bahasa dalam upacara adat atau pertemuan komunitas. Dukungan pemerintah, melalui kebijakan yang mengakui dan mendukung bahasa daerah sebagai bagian dari identitas nasional, juga krusial.
Kita semua memegang peran dalam menjaga keberagaman ini. Sebagai konsumen media, kita bisa mencari konten yang dibuat dalam bahasa minoritas. Sebagai pendidik atau orang tua, kita bisa mendorong rasa hormat terhadap semua bentuk komunikasi lisan. Memahami bahwa bahasa yang berpotensi terancam punah perlu kita lindungi adalah langkah awal menuju masyarakat yang lebih kaya secara budaya.
Menjaga keragaman linguistik adalah tantangan abad ke-21. Ini memerlukan investasi sumber daya, kesabaran, dan kemauan politik yang kuat. Dengan teknologi modern, harapan untuk merekam dan mengajarkan bahasa yang rentan kini lebih besar daripada sebelumnya. Namun, hanya intervensi aktif dari komunitas dan dukungan dari dunia luar yang akan menentukan apakah suara-suara kuno ini akan terus bergema di masa depan ataukah akan selamanya tenggelam dalam keheningan.